Sally
Karya
: Stefhani Lestari R.
Semua
yang ia miliki menjadi sia-sia dan tak berarti karena kecerobohannya yang
membuat hidupnya direnggut oleh sang waktu.
Dia
sahabatku Sally, gadis berambut panjang hitam dan berparas cantik. Sudah 2
tahun lamanya aku dan dia bersahabat, sahabat dalam suka dan duka. Namun suatu
ketika peristiwa sedih ku alami, ketika aku harus melihatnya mengatupkan jemari
tangannya, dan tertidur untuk selamanya.
Awalnya
aku dan Sally hanya sebatas teman biasa,dan entah mengapa banyak anak-anak yang
menjauhinya di sekolah. Aku belum tahu persis siapa Sally ini, dan mengapa
banyak anak yang menjauhinya, karena saat itu aku berstatus anak baru di
sekolah. Suatu ketika aku hendak menghampirinya yang tengah duduk di bawah
pohon di samping kelasnya.
“hay”
sapaku.
Ia
hanya menoleh kearahku dan menatapku sejenak seolah ia tak mau berkawan
denganku. Ia tak mengucapkan sepatah kata apapun.
“hay,
kenalin aku Dita” sapaku lagi untuk kedua kalinya.
Namun
keadaan masih tetap sama, dia hanya terdiam tak mau berbicara dan membalas
sapaanku. Wajahnya hanya terlihat murung dan pucat. Apakah dia ini bisu,
ataukan dia tak mengerti bahasaku ?? Entahlah..
“nama
kamu siapa ?” ucapku lagi, sambil mengajaknya mengobrol dan duduk di
sebelahnya.
“kalau
kamu masih tetap berada didekatku dan mengusik ketenanganku, aku akan pergi. “
jawabnya ketus.
“sorry,
aku tidak bermaksud untuk mengganggumu, aku hanya ingin ngobrol denganmu.
Soalnya aku belum punya temen disini. Boleh tidak aku jadi temen kamu ?” kataku
menoleh kearah wajahnya.
“aku
bilang jangan ganggu aku” ucapnya dengan nada suara yang perlahan-lahan
meninggi. Sepertinya dia marah karena aku sudah mengganggunya, padahalkan aku
tidak bermaksud seperti itu.
“okelah
kalau kamu tidak mau jadi temenku”
akupun segera bangkit dan berdiri dari duduk menyilangku.
“tidak
ada yang mengerti dengan keadaanku saat ini” ujar Sally saat aku sudah
membelakanginya. Akhirnya dia mau berbicara. Aku segera menoleh kembali
kebelakang, melihat pipinya yang mulai di banjiri air mata.
“ada
apa denganmu ?” tanyaku.
“
aku ingin bercerita panjang denganmu, semoga kamu orang yang tepat yang Tuhan
kirim untukku sebagai sahabatku “ ucapnya
dengan tangis yang tak kunjung berhenti.
Setelah
beberapa saat bercerita dengannya dijam pulang sekolah waktu itu, aku akhirnya
tau seberapa berat beban yang ia alami saat ini. kisah hidupnya mampu membuatku
ikut tersakiti dan menjatuhkan air mata. Ternyata saat ini Sally telah positive
terinfeksi virus HIV yang di tularkan oleh kekasihnya sendiri. Ia entah sadar
atau tidak telah melakukan hubungan intim dengan laki-laki yang tak jelas
asal-usulnya. Sungguh suatu kebodohan yang akan menimbulkan penyesalan yang
sangat dalam. Sudah 6 bulan ia mengidap virus HIV, dan sekarang ia mengidap
banyak penyakit lainnya, sementara orang tuanya sudah tak mempedulikannya lagi,
karena Sally di anggap sudah terlalu nakal. Ia memutuskan untuk tinggal
sendiri, dan menunggu kapan ia akan menutup mata selamanya. Tanpa sepengetahuan
ayah ibunya.
“aku
nggak tahu Dit apa yang mesti aku lakuin sekarang. Aku sudah merasa tak berarti
lagi, tak ada yang mau menemaniku dan menjadi sahabatku.”
“dan
aku pula sudah tidak tau harus katakan apa kepadamu Sally, tapi aku akan
menjadi sahabatmu, akan selalu menemanimu.”
Tak
ada yang dapat aku lakukan untuknya saat ini, tak ada pula kata yang mampu
kuucapkan saat keadaannya suda separah ini. Di saat waktu hidupnya sudah tak
lama lagi akan habis. Aku hanya bisa menemaninya, membuatnya tersenyum ketika
wajahnya sudah pucat dan tak mampu tersenyum lagi.
“Kenapa
kamu mau berteman denganku ?” tanyanya.
“Sally
itu kan namamu ? Aku hadir bukan hanya sekedar ingin berteman denganmu, tapi
aku kan hadir menjadi sahabat untukmu.” Jawabku.
Namun
ia hanya terdiam mendengar perkataanku. Lalu tak lama Vio pun datang di
sampingku.
“Dit,
kok kamu mau berteman dengan orang seperti dia ? kamu udah tahu kan apa yang
sudah ia alami ? emang kamu nggak takut tertular tuh dengan virusnya ?” bisik
Vio padaku.
“
Vio virus HIV itu tidak menular semudah yang kamu bayangkan. Virus itu tertular
jika adanya kontak langsung dengan penderita, seperti hubungan seks, pengunaan
jarum suntik bergantian, dan hubungan intim lainnya. Jadi buat apa takut ?”
jawabku.
“Ohh…
aku nggak pernah tau tuh masalah seperti itu”
“Hidup
penderita HIV AIDS itu sudah sangat rentan. Hidup mereka sudah tak berarti
lagi, tak ada jalan untuk keluar dari penyakit ini. Nah jika kita terus
menjauhi mereka dan tak memperdulikan mereka, apa gunanya kita sebagai teman ?
sebagai manusia biasa ? jika kita hanya bisa memperhatikan diri kita sendiri.
Cobalah kita bercermin, kita lihat mereka yang ada di belakang kita. Hidup
mereka telah di vonis oleh hokum karma dari Tuhan. Jika kita tidak segera
menyadarkan mereka, mereka akan semakin di belenggu oleh rasa perih dan
ketidaktenangan.” Ucapku lagi panjang lebar menanggapi ocehan Vio.
“Wahh..
kamu banyak tau yahh tentang HIV AIDS. “
Tak
lama bercakap-cakap dengan Vio akupun kembali ketempat Sally duduk, dan
mengajaknya berjalan-jalan di kaki bukit, tepat di belakang rumahku.
“Sally,
kamu lihat dehh disana masih ada
berjuta-juta orang yang sibuk dengan kesibukannya masing-masing hingga lupa
dengan Tuhan. Seperti kacang lupa kulitnya. Tapi kamu tahu tidak masih ada pula
orang-orang disana yang setiap harinya berdoa dan berdoa tanpa melakukan sebuah
usaha. Tapi aku tidak menyuruhmu untuk memusingkan kepala memikirkan mereka,
aku hanya ingin kamu melihat dirimu, pandangi dirimu, apakah kamu akan
menghabiskan sisa umurmu tanpa mengenal Tuhan ? apakah kamu ingin berharap
untuk bisa bertemunya di surga kelak ? semua orang menginginkan hal itu, dan
tak satupun yang tau apakah itu dapat terkabul atau tidak.”
Sally
hanya terdiam mendengar perkataanku, mencoba menerawang lebih jauh dengan
keadaannya.
“Kamu
mau nggak mengantarku ke tempat ibadah ?” ucapnya penuh kepolosan.
“Dengan
senang hati.” tanpa ragu-ragu aku pun mengantarnya ke sebuah gereja.
Perlahan-lahan
ia berjalan memasuki tempat suci itu, kemudian ia berlutut dan menangis dan
menutup mata sambil berdoa dengan linangan air mata. Entah apa yang ia katakan,
itu adalah rahasianya dengan Tuhan.
“Tolong
tinggalkan aku sendiri dalam tempat yang tenang ini.” kata Sally ingin terus
berada dalam gereja itu. Dan akhirnya akupun meninggalkannya sendiri,
membiarkannya untuk terus berdoa.
Haripun
terus berganti, siang dan malam menjadi pertanda waktu masih terus bergulir dan
menghantar manusia kejalannya masing-masing. Hidup itu terlalu indah jika harus
disia-siakan dengan percuma. Penyesalanpun masih akan terus mengikuti jika
pilihan hidup yang kita pilih itu salah. Memang bagi orang-orang yang bijak,
pilihan akan terasa mudah bagi mereka, namun jika bagi orang-orang yang ceroboh
mereka akan mudah sekali untuk memilih kesenangan yang hanya sementara.
Setelah setahun lebih Sally mengidap
penyakitnya, ia menjalani hidup penuh dengan penderitaan, ketika ia harus
menderita rasa sakit yang ia alami di tubuhnya. Tapi di lain sisi Tuhan masih
terus ada di sampingnya, memberi kekuatan yang mampu membuatnya masih dapat
tersenyum walaupun yang hanya bisa ia lakukan hanyalah terbaring disebuah
tempat tidur.
“Selamat
sore sahabatku” kataku hendak menghampirinya saat sepulangku sekolah.
Namun Sally hanya terdiam menatapku,
menjatuhkan air mata untuk kesekian kalinya. Seolah aku sudah tak mampu lagi
melihat penderitaannya, namun apalah daya andai waktu dapat berputar kembali
aku mungkin akan hadir secepat mungkin dalam hidup Sally, menjadi sahabat yang
bisa menjaganya. Tapi Tuhan berkehendak lain.
“Dita
jangan kasih tahu ke siapa-siapa yah, kalau aku
tinggal disini. Aku mau tidur tenang, tanpa ada yang bersedih saat
melihat keadaanku yang sudah seperti ini. aku nggak mau melihat mereka
menangis.” Ucap Sally, sambil tertidur. Yah mungkin ia sudah lelah dan ingin
beristirahat. Aku seharusnya tidak mengganggunya, besok pagi saja aku kembali
kesini.
“tolong
jaga Sally yah. Aku mau pulang dulu” kataku pada pembantu yang tinggal bersama
dengan Sally.
Malam
pun berlalu, sang bulan nian berganti disusul oleh sang fajar. Dengan
bersemangat aku berangkat ke sekolah membawa sejuta harapan yang akan ku raih
disuatu saat nanti, yaitu kesuksesan. Yah itu memang dambaan setiap insane yang
ingin hidupnya bahagia.
“Sally,
Sally, Sally…” panggilku namun tak ada jawaban. Aku pun langsung saja masuk
karena kebetulan pintu tak di kunci. Ternyata Sally masih tidur lelap di
pembaringannya. Tapi ada sesuatu yang aneh dengannya, tubuhnya tak
memperlihatkan tanda-tanda bahwa ia masih bernafas. Akupun segera mendekatkan
diri padanya, dan mendapati sebercak darah di lantai.
“Ohh
Tuhan” di tangan kanannya ada goresan pisau yang membuat darahnya terus
mengalir keluar. Apa yang terjadi saat ini ? aku tak bisa menebaknya, aku tak
mampu mengucapnya, bahwa apa yang ku lihat saat ini adalah kenyataan. Jika ini
hanyalah mimpi, mengapa aku harus melihatnya disaat sekarang ini ?
Disamping
tubuhnya ada sepucuk surat bertuliskan dengan tinta merah.
“ Dit, aku minta maaf kalau selama ini aku
sudah buat kamu susah, hingga semua orang menjauhimu karena mau bergaul dengan
penderita HIV AIDS sepertiku. Tapi aku berterima kasih, kamu sudah mau menjadi
sahabat terbaikku selama 2 tahun belakangan ini. kamu sudah mengajarkan banyak
hal kepadaku, kamu mengubah hidupku yang sudah suram dan gelap menjadi sedikit
terang.
Aku kini baru sadar kalau apa yang sudah ku
lakukan selama ini adalah hal yang sangat bodoh. Aku menyia-nyiakan hidup yang
begitu berharga ini, dan mengakhirinya dengan cara yang sangat bodoh pula. Tapi
aku juga bahagia sekarang kamu bisa kembali lagi ke kehidupanmu yang normal,
berteman dengan siapa saja tanpa ada aku lagi. Tolong yah dit sampaikan kepada
orang tuaku kata maaf yang sebesar-besarnya, aku begitu durhaka kepada mereka.
Aku tak bisa membalas kebaikan mereka selama ini. Katakan pula kepada mereka
kalau aku sangat mencintai mereka.
Sekarang aku ingin kembali ke sang pencipta,
aku berharap Tuhan mau menerimaku untuk tertidur di pangkuannya. Sama seperti
yang telah kamu ajarkan kepadaku. Disana mungkin akan lebih terasa nyaman, tak
ada godaan jahat, tak ada rasa sakit dan tak ada pula yang dikucilkan. Tapi
mungkin aku akan merindukanmu Dit ,dan
aku juga mungkin akan menangis jika kamu punya sahabat baru,dan akan
bersedih kalau kamu sudah melupakanku. Tapi semua sudah menjadi kenyataan kalau
aku tak akan bisa hidup lebih lama lagi.
Jaga diri kamu baik-baik yah Dit,
aku mau istirahat dulu aku sudah lelah menahan rasa sakit. Percaya deh kalau
kamu terus berdoa untukku, pasti aku akan baik-baik saja. Kamu jangan nangis
yah, aku sudah nggak ada lagi untuk hapus air mata kamu.
Sally
Sekarang
dia sudah pergi. Tak ada lagi Sally, tak ada lagi sahabatku. Perasaanku
bercampur aduk, disisi lain aku sangat sedih kehilangan seorang sahabat, tetapi
disisi yang lain pula aku sekarang lega melihat Sally beristirahat selamanya
karena ia tidak lagi menjerit kesakitan. Tapi semua ini adalah suatu pelajaran
bagi hidup ku dan semua orang. Bahwa hidup itu terlalu indah untuk di
sia-siakan.
Setiap
perbuatan pasti ada ganjarannya, perbuatan baik akan dibalas dengan kebaikan
dan perbuatan buruk akan pula dibalas dengan kesengsaraan. Seperti itulah hokum
alam yang ada. Jika kita menyiakan hidup dengan sebuah kebodohan maka tak segan
hidup akan menghukum kita dengan cara yang sama saat kita menyiakannya. Yakinilah
hanya ada satu cinta yang akan kau berikan segalanya untuknya, hanya ada satu
insane yang akan melengkapimu dengan sempurna, dan hanya ada satu ikatan antara
engkau dan pasanganmu.
Dan
percayalah hanya ada satu kawan sejati dalam hidupmu, dan beribu-ribu
teman untukmu yang mungkin akan hadir
disaat kejayaanmu, dan akan segera pergi disaat kesengsaraanmu. Namun kawan
sejati akan selalu ada disaat tak ada lagi yang memperhatikan dan
mempedulikanmu. Ia takkan hanya hadir jika saat engkau tersenyum bahagia, namun
kan pula ada disaat engkau menangis dan saat kedukaanmu hadir untuk menghapus
air matamu.